Kamis, 24 September 2015

Mohammad Husni Thamrin

Potret Mohammad Husni Thamrin 















Mohammad Husni Thamrin 
lahir 16 February 1894 (Weltevreden, Batavia, Hindia Belanda) 
wafat 11 Januari 1941 (Senen, Batavia, Hindia Belanda)
 umur 46
Indonesia 
Politikus 
Berkarir 1919–1940 
Pahlawan Nasional Indonesia

Mohammad Husni Thamrin (lahir di Weltevreden, Batavia, 16 Februari 1894 – meninggal di Senen, Batavia, 11 Januari 1941 pada umur 46 tahun) adalah seorang politisi era Hindia Belanda yang kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia. 










Thamrin lahir di Weltevreden, Batavia (sekarang Jakarta), Hindia Belanda, pada 16 Februari 1894.Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda. Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan pemilik hotel di bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama Noeraini.

Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana dibawah gubernur jenderal Johan Cornelis van der Wijck. Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III School te Batavia,Thamrin mengambil beberapa jabatan sebelum bekerja di perusahaan perkapalan Koninklijke Paketvaart-Maatschappij.

Munculnya Muhammad Husni Thamrin sebagai tokoh pergerakan yang berkaliber nasional tidaklah tidak mudah. Untuk mencapai tingkat itu ia memulai dari bawah, dari tingkat lokal. Dia memulai geraknya sebagai seorang tokoh (lokal) Betawi. Sebagaimana telah disinggung pada bab terdahulu. Muhammad Husni Thamrin sejak muda telah memikirkan nasib masyarakat Betawi yang sehari - hari dilihatnya. Sebagai anak wedana, dia tidaklah terpisah dari rakyat 'Jelata". Malah dia sangat dekat dengan mereka. Sebagaimana anak-anak sekelilingnya, yang terdiri dari anak-anak rakyat jelata, dia pun tidak canggung-canggung untuk mandi-mandi bersama di Sungai Ciliwung. Dia tidak canggung-canggung untuk tidur bersama mereka. sebagaimana yang pernah disaksikan oleh ayahnya sendiri. Kelincahannya sebagai pemimpin agaknya telah menampak sejak masih usia "remaja".









Pada tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad, yaitu yang menyangkut pengisiari lowongan jabatan wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial ketika itu memang sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan jabatan itu diberikan kepada orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk jabatan itu ada orang Betawi yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk jabatan itu. Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan mereka mengambil langkah melakukan pemogokan, ternyata usaha mereka berhasil dan pada akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil walikota Batavia.

Dua tahun sebelum kejadian di atas, Muhammad Husni Thamrin memang telah melangkahkan kakinya ke medan perjuangan yang lebih berat, karena dia ditunjuk sebagai anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya dan lebih tinggi martabatnya. Pada tahun 1927 ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur Jendral. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada Hos Cokroaminoto tetapi ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga dia menolak. Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki kursi Volksraad yang lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Tharnrin. Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thramrin cukup pantas menduduki kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.

Pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan di Hindia Belanda mengalami perubahan yang sangat penting yakni adanya sikap pemerintah kolonial yang keras, lebih bertangan besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling "buruk" yang lahir dari terjadinya pemberontakan 1926 dan 1927. Akan tetapi di lain pihak ketika memasuki tahun 1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI dan munculnya Bung Karno sebagai pemimpin utamanya.

Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat") di Hindia Belanda, mewakili kelompok Inlanders ("pribumi"). Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda (sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).

Pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa waktu lamanya. Akan tetapi beberapa saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah melakukan tindakan "sangat kasar" terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, ia harus menghadapi perlakuan kasar itu, yaitu rumahnya digeledah oleh polisi-polisi rahasia Belanda (PID). Ia memprotesnya, akan tetapi tidak diindahkan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh PID dan tak seorangpun dari rumahnya yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin polisi, juga termasuk anak perempuannya yang masih juga tidak diperkenankan meninggalkan rumahnya, sekalipun utntuk pergi ke sekolah. Tindakan polisi Belanda itu tentulah sangat menekan perasaannya dan menambah parah sakitnya. Wafatnya Muhammad Husni Thamrin tentulah sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah kehilangan salah seorang pemimpinnya yang cerdas dan berwibawa

Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an .

Mohammad Husni Thamrin dilahirkan di Sawah Besar, Aktor, Seniman 
Betawi, 16 Februari 1894. Ia berasal dari keluarga berada. Kakeknya, Ort, orang Inggris, pemilik hotel di bilangan Petojo, yang menikah dengan 
perempuan Aktor, Seniman 
Betawi, Noeraini. Ayahnya, Thamrin Mohamad Thabrie, pernah menjadi Wedana Batavia tahun 1908, jabatan tertinggi nomor dua yang terbuka bagi warga pribumi setelah bupati. 

Ia masuk sekolah Belanda, fasih berbahasa ini, mampu berdebat dengan baik. Memulai karier sebagai pegawai magang di Residen Batavia dan pegawai klerk di perusahaan pelayaran KPM, Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941) 
MH Thamrin duduk di Dewan Kota (Gemeenteraad, 1919-1941) lalu di Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941). 

Pengarang Pujangga Tetralogi Bumi Manusia 
Pramoedya Ananta Toer memiliki berbagai dokumen tentang Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941) 
MH Thamrin karena istrinya adalah keponakan dari tokoh Aktor, Seniman 
Betawi itu. 

Perjuangan melawan Belanda dilakukan kaum pergerakan dengan dua modus, yaitu bersedia bekerja sama dengan pihak kolonial atau tidak. Bila dwitunggal Soekarno-Hatta disebut perpaduan Jawa-luar Jawa serta gabungan orator ulung dengan administrator andal, pasangan Thamrin-Soekarno dilihat sejarawan Bob Hering sebagai paduan modus perjuangan secara kooperatif dengan nonkooperatif. 

Selama ini kata "kooperatif" memiliki konotasi kurang positif. Orang lebih menghargai tokoh yang berjuang secara non-koo. Namun, kedua jalur itu saling melengkapi perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Bahkan dari tahun 1933 sampai 1942 saat pergerakan Soekarno-Hatta-Sjahrir terkesan mandek, justru Thamrin tetap bergerak dengan bersemangat di Volksraad. 

Thamrin sering disebut satu napas dengan Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966) 
Bung Karno. Ia hadir saat Soekarno diadili, kala dijebloskan ke penjara, saat Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966) 
Bung Karno dibuang ke Ende. Belanda menghukum Thamrin dengan tahanan rumah justru setelah Soekarno berkunjung ke rumahnya. Dengan demikian, Thamrin menjadi tali penghubung (trait d'union) kelompok pergerakan yang kooperatif dan nonkooperatif, juga antara kelompok pergerakan dengan Volksraad. 

Bila Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966) 
Bung Karno berpidato soal makro, seperti falsafah dan ideologi negara, Thamrin menukik kepada persoalan mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan masalah banjir. Ia memprotes mengapa perumahan elite Menteng yang diprioritaskan pembangunannya, sedangkan kampung kumuh diabaikan. Ia mempersoalkan harga kedelai, gula, beras, karet rakyat, kapuk, kopra, dan semua komoditas yang dihasilkan rakyat. Ia berbicara tentang pajak dan sewa tanah. 

Bersama anggota lain di Volksraad, Thamrin mempertanyakan anggaran pertanian yang hanya 57 juta gulden, sedangkan angkatan darat, laut, dan Kapolri (1968-1971) 
polisi 174 juta gulden. 

Ia sering kalah dalam pemungutan suara, tetapi tetap mengajukan mosi bila ada aturan Pemerintah Hindia Belanda yang merugikan perjuangan kaum pergerakan. Thamrin memang kooperatif, tapi tidak berdasar loyalitas Belanda. Ia tahu persis bagaimana beroposisi secara santun. Kaum Betawi yang didirikan tidak begitu berkembang. Walau tanpa organisasi politik, ia mampu meniti karier politik di Dewan Rakyat. 

Thamrin bukanlah kooperatif tanpa reserve. Ia memiliki prinsip, sebagaimana tercermin dalam pernyataannya "Nasionalis kooperatif dan nonkooperatif memiliki satu tujuan bersama yang sama-sama yakin pada Indonesia Merdeka! Jika kami kaum kooperator merasa bahwa pendekatan kami tidak efektif, maka kami akan menjadi yang pertama mengambil arah kebijakan politik yang diperlukan." (Handelingen Volkraad, 1931-1932) 

Menurut surat kabar Bintang Timur (15/07/1933), Thamrin adalah kampiun kaum nasionalis di Volksraad yang tak diragukan, yang berani mengingatkan pemerintah dalam banyak isu penting. Koran Adil 17 Juli 1933 mengungkapkan, Thamrin selalu menyampaikan pidato dengan argumen yang tepat, yang membuat darah tukang lobi anti-Indonesia Merdeka, seperti Fruin dan Zentgraaff jadi mendidih. 

Thamrin menggunakan kesempatan secara brilian untuk menarik perhatian sungguh-sungguh terhadap apa yang "sebenarnya hidup dalam kalbu pergerakan seluruhnya". Thamrin berbicara tentang kebenaran dan melakukan pekerjaan sepenuh hati dalam situasi begitu sulit bagi pergerakan. Dalam berdebat yang penting argumen kuat, Thamrin sendiri tidak pernah menggunakan kata-kata tajam dan keras. 

Ada sebuah pernyataan Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941) 
MH Thamrin yang disampaikan 70 tahun silam, namun masih terasa kebenarannya sampai sekarang meski pemerintah telah gonta-ganti: "Satu hal yang dapat dipastikan bahwa rasa keadilan yang dibangun dewasa ini sangatlah sulit dicari. Kepercayaan terhadap keputusan pengadilan termasuk salah satu sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, maka pemerintah akan kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulatan hukum." (Handelingen Volksraad, 1930-1931). 
Tak Kibarkan Bendera Belanda 

Meski pada mulanya dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu Wilhelmina, 31 Agustus 1940. 

Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan pihak Jepang. 

Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya meminta Kapolri (1968-1971) 
polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong lagi, esok subuh ia meninggal. 

Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966) 
Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai pahlawan nasional. 

*** 

Muhammad Husni Thamrin lahir pada 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Jakarta Selatan. Setelah menamatkan pelajarannya di Koning Williem II, sejenis SMA ia kemudian bekerja di kantor kepatihan. 

Karena prestasinya baik, maka ia dipindahkan ke Kantor Karesidenan dan terakhir ke perusahan pelayaran Koninglijke Paketvaart (KPM) Pada tahun 1927 ia diangkat sebagai anggota Volksraad. Ia membentuk Fraksi Nasionalis untuk memperkuat golongan nasional dalam dewan tersebut. 

Setelah dr. Sutomo meninggal dunia pada tahun 1938, maka Thamrin menggantikannya sebagai wakil Ketua Partai Komponis 
Indonesia Raya (Parindra). Perjuangannya di Volksraad tetap dilanjutkan dengan sebuah mosi, agar istilah Nederlands Indie, Nederlands Indische dan Inlander diganti dengan istilah Indonesia, Indonesische dan Indonesiea. 

Sejak tanggal 6 januari 1941 Husni thamrin dikenakan tahanan rumah, karena dituduh bekerja sama dengan Jepang. Walaupun dalam keadaan sakit, Thamrin tidak boleh dikunjungi teman-temannya. Akhirnya ia meninggal dunia pada 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta. 

Jejak Kepahlawanan Mohammad Husni Thamrin (1894-1941)








Mohammad Husni Thamrin adalah salah seorang putera betawi yang kiprah politiknya memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Semasa pendudukan kolonial Belanda, Thamrin menduduki jabatan strategis sebagai wakil rakyat di Geementeraad maupun Volksraad. Hal yang dahulu sangat langka dan hanya menjadi impian segelintir orang. Sebagai politisi parlemen, tidak berarti Thamrin menjadi “kaki-tangan” kolonial. Ia justru menjadi juru bicara bagi rakyat Indonesia yang tertindas. Ia memperjuangkan nasib bangsanya untuk merdeka, walaupun kelak ia tak pernah melihat hasil yang ia perjuangkan.

Tulisan singkat ini, mencoba mendeksripsi secara singkat jejak-jejak kepahlawanan Mohammad Husni Thamrin dalam memperjuangkan nasib bangsanya. Sistematika tulisan dibagi dalam dua hal. Pertama, hal yang menyangkut riwayat Thamrin. Kedua, perjuangan Thamrin, sehingga ia layak disebut sebagai pahlawan nasional.







Mohammad Husni Thamrin lahir di Sawah Besar, Jakarta pada tanggal 16 Februari 1894. Ayahnya, Thabri Thamrin pada masanya tergolong orang berada. Thabri adalah seorang wedana pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Der Wijk.

Pendidikan Thamrin diawali dengan memasuki sekolah Institut Bosch di Betawi. Dari sekolah itu ia melanjutkan ke Konning Willems III (setingkat HBS). Namun, karena orang tuanya memasuki masa pensiun sehingga tak mampu lagi membiayai, akhirnya Thamrin meninggalkan bangku sekolah. Ia lalu memutuskan bekerja magang di kantor kepatihan.

Sesudah itu, Thamrin dipindahkan kerja kekantor keresidenan. Prestasi kerjanya yang baik, membuat ia dipindahkan lagi ke Perusahaan Dagang Partikelir di Koningklijke Paketvaart Maatskappij (KPM) yang jumlah gajinya lebih besar daripada sebelumnya. Disaat yang sama, pada 27 Oktober 1919, Thamrin dipercaya untuk menduduki jabatan anggota Gemeenteraad. Sehingga saat itu, Thamrin bekerja rangkap, pertama untuk KPM dan kedua bagi Gemeenteraad. Thamrin akhirnya diharuskan untuk memilih oleh pimpinannya di KPM, apakah tetap di KPM atau Geementeraad. Ternyata, Thamrin lebih memilih untuk berkiprah di Geementeraad.[2] Pilihan hidup yang kelak membuatnya harus bergelut dengan dunia pergerakan nasional, dimana ia akan berperan penting disana.

Pada 16 Mei 1927, Thamrin ditunjuk sebagai anggota Volksraad. Padahal sebelumnya ia baru saja ditunjuk menduduki jabatan wakil walikota I (Loco Burgermeester) Batavia. Selain di Volksraad, dalam pergerakan nasional Thamrin juga aktif dalam Partai Indonesia Raya (Parindra) dan juga didalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Sejak 6 Januari 1941, Thamrin dikenakan tahanan kota dengan tuduhan bekerjasama dengan Jepang. Dalam tahanan dan keadaan sakit parah, akhirnya Thamrin meninggal dunia karena gagal jantung pada hari Sabtu 11 Januari 1941. Penghormatan terakhir baginya di Pemakaman Karet, penuh-sesak oleh sekurangnya 20.000 orang pengiring.[3] “Orang berpangkat” hingga “orang rendahan”, sama-sama merasa kehilangan pahlawan yang memperjuangkan nasib bangsanya. 







Dalam pergerakan nasional, terdapat dua macam cara atau metode perjuangan melawan kesewenangan Pemerintahan Kolonial Belanda. Cara pertama adalah “Kooperatif” atau berjuang dalam sistem lewat jalan parlemen. Sedangkan cara kedua yaitu “Non-Kooperatif” yang dalam perjuangannya menolak masuk kedalam sistem, sehingga mereka berjuang dari luar tanpa melalui mekanisme kompromi. Termasuk dalam kelompok pertama diantaranya Mohammad Husni Thamrin, Dr Sutomo dan Sutardjo. Sedangkan Sukarno, Mohammad Hatta, Tan Malaka serta Sutan Syahrir masuk kedalam kelompok kedua. Walaupun berbeda dari segi metode perjuangan, tetapi perjuangan keduanya saling melengkapi satu sama lain. Hal ini karena tujuan mereka bermuara pada hal yang sama: terbebasnya Indonesia dari kolonialisme dan eksploitasi Belanda.

Sebagai pejuang kemerdekaan, secara resmi karir Thamrin dimulai ketika ia ditunjuk menduduki jabatan di Geementeraad. Sebagai anggota yang mewakili penduduk Batavia dan berasal dari penduduk pribumi, Thamrin hapal benar yang menjadi permasalahan rakyat betawi. Sebelum secara resmi masuk kedalam Geementeraad, secara kebetulan Thamrin memiliki teman akrab seorang belanda yang juga sekretaris Geementeraad dan anggota ISDP, Van der Zee. Dari berdiskusi dengan Thamrin, Van der Zee menemukan banyak persoalan yang dihadapi penduduk Batavia. Tak jarang, Thamrin juga menawarkan solusi bagi permasalahan yang dihadapi. Diantara buah pikiran Thamrin yang diadopsi Zee untuk dibahas dalam parlemen adalah mengenai pembendungan Sungai Ciliwung untuk menghindari banjir. Usaha ini tidak si-sia. Terbukti kemudian, proyek penanggulangan banjir dilaksanakan. Setelah pada akhirnya menduduki jabatan anggota Geementeraad, kiprah Thamrin dalam dunia politik semakin berkibar. Didalam Geementeraad, selain tetap memperjuangkan kesejahteraan masyarakat betawi. Thamrin juga giat membangun kekuatan nasionalis, sehingga ia berhasil membentuk sebuah fraksi nasional.

Dalam Voolksraad jairhokje tercatat bahwa pada 16 Mei 1927, Thamrin ditunjuk menjadi anggota Volksraad menggantikan Dr Soetomo yang menolak pencalonan pada 14 Mei 1927. Penunjukkan Thamrin oleh gubernur jendral De Graeff karena ia dianggap sebagai pengganti terbaik Dr. Soetomo. Dengan demikian karier politik Thamrin menanjak, dari konteks perjuangan lokal kepada perjuangan yang lebih besar yaitu nasional. 





Ketika Thamrin pada akhirnya memutuskan untuk berjuang didalam sistem parlemen, maka Thamrin berusaha membentuk sebuah fraksi nasional. Pada tanggal 27 Januari 1930, ia mengumumkan lahirnya fraksi nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia secepat-sepatnya. fraksi terdiri dari sepuluh orang pribumi dimana Thamrin ditunjuk sebagai pemimpinnya. Pembentukan fraksi ini bertujuan menyatukan kekuatan kelompok nasional dalam Volksraad untuk menghadapi pihak lawan.

Berada didalam Volksraad, tak lantas membuat Thamrin larut dalam kekuasaan. Thamrin justru semakin sadar, bahwa kehadirannya adalah untuk memperjuangkan nasib bangsanya. Pada rapat Volksraad pertama, Thamrin dalam pidatonya membuat analisa perbedaan secara alamiah struktur sistem kolonial dan yang dianut oleh pribumi. Secara halus ia ingin mengatakan bahwa kaum pribumi harus diberikan hak untuk mengatur pemerintahannya sendiri.

Ketika pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan mengenai “ordonansi sekolah liar”, Thamrin dengan tegas menolaknya dan mengadakan oposisi dalam parlemen. Ordonansi yang berisi mengenai pembubaran sekolah, selain dari sekolah yang dibiayai pemerintah, jelas-jelas adalah upaya untuk menghancurkan proses pencerdasan yang dilakukan kelompok pribumi. “Sekolah liar”, justru merupakan dapur dari perjuangan pergerakan kaum nasionalis Indonesia. Dari dalam Volksraad, Thamrin berjuang agar ordonansi ini dicabut, jika tidak maka ia mengancam akan keluar dari Volksraad. Dengan adanya tindakan tegas Thamrin ini, pemerintah kolonial terpaksa mundur dan membatalkan ordonansinya tersebut.

Dalam hal menumbuhkan kesadaran nasional, pada 15 Agustus 1939, Thamrin mengeluarkan mosi tentang penggunaan kata-kata “Indonesia”, “Indonesisch” dan “Indonesier” sebagai pengganti kata-kata “indie”, “Nederland Indisch” dan “Inlander” dalam undang-undang, ordonansi dan sebagainya. H.J Levelt pada tanggal 23 Agustus 1940, memberikan jawabannya bahwa ia menganjurkan pemakaian kata “Indonesier”, tetapi berkeberatan terhadap pemakaian kata “Indonesia”. Walaupun, usaha Thamrin tidak sepenuhnya berhasil, tetapi sebagai ekspresi perlawanan dan sarana sosialisasi bagi kesadaran nasional, tentunya hal ini menjadi sangat penting.



Dalam konteks perjuangan nasional saat itu, keadaan politik kurang menggembirakan. Pemerintahan De Graeff menjadi lebih keras untuk menindak dan membatasi kelompok pergerakan, sebagai akibat percobaan pemberontakan PKI 1926 dan 1927. Disaat itulah, muncul organisasi pergerakan PNI yang bersikap Non-kooperatif dengan Sukarno sebagai pemimpin utamanya yang bercita-cita “Indonesia merdeka”.

Walaupun antara Thamrin dan Sukarno, secara metode perjuangan berbeda. Namun, pada prinsipnya apa yang dicita-citakan oleh mereka adalah sama dan bahkan dalam prakteknya saling melengkapi. Dari dalam Volksraaad, Thamrin adalah pendukung utama politik agitasi PNI. Sebagai contoh, ketika Sukarno menyerukan untuk menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan, Thamrin juga dengan berapi-api berpidato didepan Volksraad mengecam tindakan Klooster, seorang pemimpin redaksi Deli Courant, yang mencela penggunaan bahasa melayu dalam parlemen. Dengan demikian perjuangan penggunaan bahasa melayu berlangsung pada tingkatan legal dan illegal, sehingga mengambil konteks wilayah yang lebih luas.

Ketika terjadi penggeledahan rumah-rumah aktivis PNI, Thamrin segera bereaksi didalam Volksraad dengan menyebut tindakan tersebut sebagai “provokatie” pemerintahan kolonial terhadap aktivis pergerakan. Walaupun pada kenyataannya tindakan penggeledahan semakin ditingkatkan bahkan menjadi aksi penangkapan, tetapi sikap Thamrin tidak bergeming. Didalam Volksraad, Ia kembali memperingatkan pemerintahan kolonial, bahwa sikap penangkapan para aktivis hanya akan memunculkan tindakan perlawanan nasional yang menjadi semakin luas.

Antara Thamrin dengan Sukarno memiliki hubungan yang akrab. Hal ini dapat dilihat dari berbagai interaksi antara keduanya maupun dari pembelaan Thamrin terhadap Sukarno dan PNI didepan Volksraad. Pada saat Sukarno dibebaskan dari penjara Sukamiskin, maka Thamrinlah yang menjemput dan menyiapkan upacara penyambutan besar-besaran bagi Sukarno. Akibat hubungan dengan Sukarno jugalah, yang menjadi salah-satu faktor Thamrin dikenakan tahanan rumah oleh pemerintah kolonial.

Pada awalnya, kiprah politik Thamrin dimulai ketika ia menjabat sebagai pemimpin serikat kaum betawi. Dari saluran organisasi lokal inilah, ia ditunjuk masuk kedalam Volksraad. Bersama-sama Sukarno, pada tahun 1932 sebagai wakil kaum betawi, Thamrin berjuang untuk membangun kembali Perhimpunan Partai-Partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) sebagai titik temu antara tokoh kooperasi dan kooperasi nasional. Akan tetapi usaha tersebut gagal. Pada 1936, secara perseorangan Thamrin masuk kedalam organisasi partai berskala nasional, Parindra yang menjadi wadah kaum nasionalis secara legal dan menjadikan nasionalisme sebagai landasannya. Didalam keorganisasian Parindra, Thamrin menduduki jabatan sebagai ketua departemen politik. Sesudah Dr. Soetomo wafat pada 30 Mei 1938, ia menjadi orang pertama di Parindra.

Setelah Petisi Sutardjo mengalami kegagalan. Sebagai pemimpin terkemuka Parindra, Thamrin semakin giat mencari jalan untuk menghimpun suatu badan konsentrasi nasional yang terdiri dari utusan-utusan partai-partai politik Indonesia. Pada tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat resmi Panitia Persiapan Pembentukan Badan Konsentrasi di Gedung Permufakatan di Gang Kenari, Jakarta. Gedung tersebut, merupakan kepunyaan Thamrin yang dibelinya pada tahun 1929 dan secara khusus diperuntukkan sebagai balai pertemuan aktivis pergerakan. Dalam rapat yang dipimpin Thamrin, dibicarakan secara mendalam mengenai situasi politik dan pentingnya wadah persatuan. Usaha ini akhirnya terwujud dengan dibentuknya Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang terdiri dari delapan organisasi nasionalis terpenting, dibawah kepemimpinan Thamrin, Amir Syarifuddin dan Abikusno Cokrosuyoso. GAPI sendiri bertujuan mewujudkan hak untuk menentukan nasib bangsa sendiri, kesatuan bangsa berlandaskan “demokrasi sosial, politik dan ekonomi”, “Indonesia berparlemen” serta solidaritas antara kelompok politik di Indonesia dan Belanda demi mempertahankan suatu garis anti fasis yang kuat. 

Untuk mencapai tujuan ini, maka GAPI melakukan berbagai langkah, dan yang terpenting salah satunya adalah diadakannya Kongres Rakyat Indonesia (KRI) di Gedung Permufakatan, Jakarta pada 23-25 Desember 1939 dengan tema “Indonesia Berparlemen’. Salah satu keputusan penting KRI ialah menuntut pembentukan parlemen dan penetapan bendera merah-putih dan Lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu kebangsaan Indonesia. Aksi Indonesia berparlemen pada tanggal 10 Februari 1940 ditolak Belanda dengan alasan tidak mungkin ada parlemen selama Belanda masih memegang tanggung jawab kebijakan politik.

Sejak itu, maka hubungan antara pemerintah kolonial dengan aktivis pergerakan nasional yang koperatif, termasuk Thamrin didalamnya menjadi renggang. Pada tanggal 6 Januari 1941, penggerebekan dilakukan dikediaman Thamrin dan ia sendiri ditahan. Sebelum terjadi penggerebekan itu, Thamrin menerima utusan jepang, Kobayashi di Gedung Volksraad. Dalam penggeledahan dirumah Thamrin, diketemukan surat-surat Doewes Dekker yang berisi permusuhan terhadap pemerintah Belanda. Hubungan Thamrin dengan Douwes Dekker, utusan Jepang dan juga dengan Sukarno dianggap sebagai sikap perlawanan Thamrin terhadap pemerintah. Pada akhirnya dalam penahanan yang belum terbuktikan itu, Thamrin menghembuskan nafas terakhir.








Cara Thamrin berjuang adalah sebuah hal yang patut diteladani. Walaupun ia menduduki jabatan “empuk”, ia tetap dengan teguh memperjuangkan nasib bangsanya. Ia menjadi penolong, ketika kawan-kawan seperjuangan yang menggunakan “cara berbeda” ditangkap oleh pemerintah kolonial. Thamrin juga dengan gigih berusaha mempersatukan kaum nasionalis demi tercapainya Indonesia merdeka. Ia adalah contoh pejuang yang lahir dari lokal, tetapi memiliki misi dan visi nasional. Thamrin adalah pahlawan nasional yang berjuang menggunakan caranya sendiri: “cara Thamrin” yang kooperatif- revolusioner.

3 komentar:

  1. How to make money with an online casino? - Work-TPM
    How do you bet on a sportsbook? · 메리트카지노총판 Make a bet · Betting on 바카라 a sports betting exchange · Take advantage of a free bet · Get the หารายได้เสริม free bet up to $1000 · You

    BalasHapus
  2. Lucky Club - Lucky Club Casino Site
    Lucky Club Casino is an online casino located in South Africa. Established in 카지노사이트luckclub 2004, it has become one of the most popular casinos in South Africa. As a

    BalasHapus
  3. Casino Finder (Google Play) - JtmHub
    Find Casino Finder (Google Play) slot machine games like 안성 출장마사지 For all the online slot machines where I can access the 나주 출장마사지 free games on the 밀양 출장안마 Google Play 상주 출장샵 Store, 거제 출장마사지

    BalasHapus